Program Poros Maritim & Tol Laut Harus Masuk GBHN

Nasional

Program Poros Maritim & Tol Laut Harus Masuk GBHN

Jumat, 05 Februari 2016 - 20:52:22 WIB | dibaca: 1186 pembaca

Prinsip-prinsip pembangunan nasional jangka panjang perlu dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Sehingga arah pembangunan menjadi jelas, konsisten, dan tidak berubah hanya berdasarkan selera pejabat yang sedang berkuasa.

“Kita sangat mendukung usulan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri yang menegaskan perlunya Indonesia memiliki GBHN kembali,” kata Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia, Capt. Hasudungan Tambunan di Jakarta, Selasa (12/1).

Penegasannya itu terkait pernyataan Megawati dalam pidato politiknya di Rakernas PDIP bahwa konsep pembangunan nasional jangka panjang harus dirumuskan dalam GBHN yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sebagai opsinya, MPR harus segera mengamandemen UUD 1945.

Dalam hal ini, Capt. Hasudungan mengatakan, 9 agenda prioritas program kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo yang disebut “Nawa Cita”, yang salah satunya program unggulannya adalah ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara Maritim yang kuat dan sebagai Poros Maritim Dunia, termasuk pengembangan program Tol Laut untuk kelancaran distribusi barang ke seluruh penjuru Nusantara, seharusnya menjadi bagian utama dari rancangan GBHN yang digagas Ketua Umum PDIP.

Terkait soal ini, KPI mengharapkan agar Inpres No.5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional yang telah ditetapkan pemerintahan SBY, harus terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Menurut Hasudungan, inti dari Inpres 5/2005 adalah pengembangan armada niaga nasional disertai dengan penerapan prinsip cabotage, yakni angkutan lokal wajib dimuat oleh kapal dalam negeri.

Hal ini terbukti cukup berhasil yaitu armada kapal niaga Indonesia bertumbuh secara signifikan sebesar 132,8% atau sekitar 15 ribu unit dalam 10 tahun terakhir sejak 2005 sampai 2015, dari sebelumnya tercatat hanya 6 ribuan unit kapal.

Artinya, selain banyak menyerap pelaut untuk mengawaki kapal-kapal tersebut, arus distribusi barang dan orang ke berbagai daerah di Indonesia juga meningkat. “Ini merupakan bagian dari proram tol laut yang harus terus dipacu perkembangannya,” tegasnya. Namun demikian ia mengingatkan, dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berarti juga akan terjadi pergerakan bebas tenaga kerja di kawasan ASEAN. Oleh sebab itu penerapan prinsip cabotage untuk armada niaga nasional harus juga dibarengi dengan perlindungan lapangan pekerjaan dan perbaikan kesejahteraan terhadap pelaut Indonesia. Terutama menyangkut kewajiban pengerjaan pelaut Indonesia di kapal-kapal berbendera Indonesia, sebagaimana beberapa kali disebutkan dalam UU 17/2008 Pelayaran. Antara lain Pasal 8 ayat (1), Psl 9 ayat (7b), Psl 13 ayat (1) dan  Psl 15 ayat (2), yang secara jelas dan tegas menyebutkan bahwa kapal berbendera Indonesia harus diawaki oleh pelaut warga negara Indonesia.

“Dengan demikian amanat Undang-undang Pelayaran ini wajib dilaksanakan tanpa toleransi apapun,” tandas Hasudungan yang didampingi Wakil Sekjen KPI Sonny Pattiselanno.

Investasi Asing

Di sisi lain, Presiden KPI juga mengingatkan pemerintah agar lebih selektif dalam menerima investor asing, meskipun kita saat ini sangat butuh investor asing untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Seleksi ketat perlu dilakukan agar investor asing tidak semena-mena mengekspoitasi sumber daya alam kita, seperti Freeport di Papua dan industri perikanan di Benjina, Maluku. “Kami juga tidak ingin kekayaan alam Maluku dan Papua hilang begitu saja, seperti yang terjadi di sektor perikanan. Dimana 90% hasil perikanan Maluku menguap tidak jelas dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu, termasuk  hilangnya 80% kesempatan kerja di sektor perikanan, yang dirampas oleh pekerja-pekerja asing” kata Hasudungan.

KPI mengingatkan, dengan rencara pemerintah Indonesia untuk tidak memperpanjang moratorium kapal-kapal ikan berukuran di atas 30 GT, maka Pemprov Maluku harus waspada jangan sampai kekayaan laut Maluku dikuasai kembali oleh segelintir mafia perikanan nasional yang berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan asing yang sudah terbukti melakukan illegal fishing maupun human trafficking.

Khusus menyangkut rencana eksploitasi Blok Masela di Maluku Barat Daya yang akan dimulai tahun 2018, KPI mengingatkan pemerintah agar tidak begitu saja menyetujui usulan SKK Migas yang mengusulkan penggunaan fasilitas pengolahan LNG terapung (Floating LNG/offshore), karena tidak memberikan manfaat apapun dan hanya mempertimbangkan dari aspek keuntungan bisnis semata.

KPI mengharapkan agar kilang dibangun di darat dengan pipanisasi (onshore), agar dapat lebih memberikan manfaat nyata secara langsung kepada pergerakan ekonomi masyarakat di Kabupaten Maluku Barat Daya, yang selama ini terisolir dan terabaikan. Termasuk dalam hal ini adalah terbukanya lapangan kerja multi sektor yang dapat menyerap tenaga kerja lokal secara signifikan.  Pemerintah juga harus berhati-hati  dalam memberikan izin pengerjaan TKA di proyek Blok Masela karena tidak menutup kemungkinan bahwa human trafficking dan perbudakan yang sudah pernah terjadi di industri perikanan di Benjina dapat pula terjadi di blok Masela dengan diizinkannya pembangunan kilang terapung di laut.

Hal ini mengingat lemahnya pengawasan ketenagakerjaan terhadap tenaga asing di sana, apalagi bila dengan alasan keamanan, terjadi pembatasan akses pengawasan ketenagakerjaan ke kilang-kilang tersebut. Untuk itu pemerintah dan semua pihak yang berkepentingan perlu waspada memantau dan mengatur perilaku perusahaan-perusahaan multinasional yang berinvestasi dalam proyek-proyek Sumber Daya Alam di Indonesia, dan di Maluku khususnya. Perlu upaya semaksimal mungkin agar eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alamnya, dapat memberikan manfaat sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.

“Intinya, MEA atau perjanjian kerja sama apapun nama dan bentuknya, harus memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada rakyat. Bukan malah menjadikan rakyat Indonesia hanya sebagai penonton atau pekerja kasar di negeri sendiri ,” tegas Capt. Hasudungan Tambunan. (Redaksional KPI)






Informasi
Ikuti Kami
Kantor Cabang KPI